Gedung DPRK Aceh Utara |
LSM GASPARI:
“Pansus DPRK ACEH UTARA TERKAIT Rp
220 M Sia-Sia Alias Ikut Menikmati Pesta Uang Rakyat ”
Suasana Rapat Anggota Dewan DPRK Aceh Utara |
Aceh Utara-Lhoksukon, ME$INF@RUP$IA
LSM Gerakan
Aspirasi Pemuda Aceh Rakyat Indonesia (GASPARI), menilai pembentukan panitia
khusus (Pansus) pengembalian dana Rp 220 miliar oleh DPRK Aceh Utara dua pekan
lalu sia-sia. Pasalnya, setelah berangkat menemui Bank Mandiri Pusat dan
Mahkamah Agung belum ada kepastian kapan sisa dana bobol kas Aceh Utara
tersebut bisa dikembalikan ke kas daerah.
Perlu diketahui, pada saat tanggal 2 Juni 2012 DPRK Aceh Utara membentuk Pansus Pengembalian Dana Rp 220 M dengan beranggotakan delapan orang. Pansus itu berangkat ke Jakarta pada hari Kamis tepatnya tanggal 14 Juni 2012 dengan tujuan untuk menemui Bank Mandiri Pusat dan Kejaksaan Agung. Dalam waktu 2 hari saja, Tim Pansus DPRK Aceh Utara kembali pulang ke Aceh Utara pada hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012. Namun Ironisnya, Tim Pansus itu tak mendapatkan hasil apa-apa.
Pada Tahun 2010, Pemkab Aceh Utara juga telah menggugat Bank Mandiri ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebagai upaya pengembalian dana itu ke kas daerah Aceh Utara. Namun, PN Jakarta Pusat menolak gugatan tersebut. Padahal, Ironisnya saat itu dana yang dihabiskan Aceh Utara untuk urusan keperluan itu Rp 4,6 miliar.
“Apakah ini politik anggota Dewan DPRK Aceh yang diperankan sebegitu rupanya. Sehingga pandangan masyarakat terhadap anggota Legeslatif Aceh Utara negatif, dapat digambarkan seolah-olah mereka menari-nari dan menambah beban rakyat Aceh Utara” Ujar Ketua Umum LSM GASPARI. Pembentukan Tim Pansus itu hanya menghabiskan uang daerah saja. Sebelum ada keputusan hukum tetap terhadap terdakwa Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, uang yang merupakan barang bukti tersebut tetap akan menjadi sitaan Kejati DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan Pihak Kejaksaan masih melakukan upaya banding.
Perlu diketahui, pada saat tanggal 2 Juni 2012 DPRK Aceh Utara membentuk Pansus Pengembalian Dana Rp 220 M dengan beranggotakan delapan orang. Pansus itu berangkat ke Jakarta pada hari Kamis tepatnya tanggal 14 Juni 2012 dengan tujuan untuk menemui Bank Mandiri Pusat dan Kejaksaan Agung. Dalam waktu 2 hari saja, Tim Pansus DPRK Aceh Utara kembali pulang ke Aceh Utara pada hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012. Namun Ironisnya, Tim Pansus itu tak mendapatkan hasil apa-apa.
Pada Tahun 2010, Pemkab Aceh Utara juga telah menggugat Bank Mandiri ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebagai upaya pengembalian dana itu ke kas daerah Aceh Utara. Namun, PN Jakarta Pusat menolak gugatan tersebut. Padahal, Ironisnya saat itu dana yang dihabiskan Aceh Utara untuk urusan keperluan itu Rp 4,6 miliar.
“Apakah ini politik anggota Dewan DPRK Aceh yang diperankan sebegitu rupanya. Sehingga pandangan masyarakat terhadap anggota Legeslatif Aceh Utara negatif, dapat digambarkan seolah-olah mereka menari-nari dan menambah beban rakyat Aceh Utara” Ujar Ketua Umum LSM GASPARI. Pembentukan Tim Pansus itu hanya menghabiskan uang daerah saja. Sebelum ada keputusan hukum tetap terhadap terdakwa Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, uang yang merupakan barang bukti tersebut tetap akan menjadi sitaan Kejati DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan Pihak Kejaksaan masih melakukan upaya banding.
Seharusnya, selaku anggota Legeslatif atau DPRK Aceh Utara menunggu proses banding yang dilakukan Ilyas A Hamid dan Syarifuddin ke Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh lebih dulu. Sesuai dengan tugas dan fungsi Legeslatif Seharusnya langkah yang dilakukan oleh DPRK Aceh utara pada saat itu adalah meminta Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh mempercepat proses persidangan banding Ilyas A Hamid dan Syarifuddin. Sehingga, keduanya memiliki kekuatan hukum tetap.
Dengan sabar, juga merupakan Langkah yang Bijaksana dan lebih efektif, dibandingkan dengan Kebijakan untuk membentuk Tim Pemantauan Khusus yang menambah luka penderitaan rakyat Aceh Utara. Apalagi Tim PANSUS yang dibuat anggota DPRK ACEH UTARA terkesan Pemborosan Keuangan Negara, dimana saat itu tugasnya hanya melakukan lobi-lobi ke sejumlah pihak di Jakarta yang berujung tanpa ada hasilnya. Karena, langkah yang sama juga sudah pernah dilakukan tahun 2010 oleh Pemkab Aceh Utara dan hasilnya juga nihil, terkesan membuang waktu dan menambah Kerugian Keuangan Negara.
Artinya
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Anggota Dewan DPRK Aceh Utara, terkesan
mengambil kesempatan dalam kesempitan, terindikasi KORUPSI yang berantai atas
Kasus bobolnya kas Aceh Utara sebesar Rp 220 miliar terjadi tahun 2009.
{REDAKSI ME$INF@RUP$IA}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar