BUPATI & WABUPATI
ILYAS DAN SYARIFUDDIN
Banda Aceh,
ME$INF@RUP$IA
Dulu se-iya dan se-kata dalam dalam
menjalankan aktivitas baik pada saat
pengajuan calon kepala daerah Kabupaten Aceh Utara maupun setelah terpilihnya
menjadi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara priode 2006 – 2011.
Ironisnya disaat berakhirnya tugas Bupati
dan Wakil Bupati Pemerintah Kabupaten Aceh Utara terlihat renggang.
Bahkan secara tidak sengaja, Kepala Daerah
tersebut diakhir-akhir masa jabatannya terlihat seperti Cacing Kepanasan.
Pepatah orang tua zaman mengatakan “Bangkai
dimana pun tersimpan, akhirnya tercium juga” Inilah pepatah yang kiranya pantas menjadi
pelajaran hidup kita bersama, dimana sesuatu hal yang berbau atau harum akan
segera di temukan.
KEPALA TIKUS LAWAN
WAKIL KEPALA TIKUS
Pada saat penyidikan di Polda Aceh dan ketika menanggapi keterangan saksi di persidangan sebelumnya, terlihat cukup jelas menggambarkan
tentang Etika dan Sosok Pemimpin Kepala Daerah Pemerintah Aceh Utara.
Mereka yang seharusnya telah berpengalaman
menjadi sosok Publik Figur yang diperhatikan orang banyak.
Orang nomor satu dan nomor dua di Pemkab
Aceh Utara itu, kini terlihat cukup jelas akan Status yang telah dinobatkan
oleh Kepolisian maupun Kejaksaan Atas Pemeriksaan, Penyidikan dan penyelidikan. Kedua terdakwa Atas korupsi bobolnya kas Pemkab Aceh Utara sebesar 220 miliyar Rupiah, yaitu mantan Bupati Aceh Utara Ilyas A Hamid dan mantan wakilnya Syarifuddin SE saling membantah dan ironisnya mereka seakan-akan terlihat seperti
Kawanan Tikus Got yang dimana dapat digambarkan atau di ilustrasikan ketika
saat makanan mereka telah habis maka mereka akan memakan temannya sendiri. Demikianlah yang saat ini terjadi.
Realitanya
Bupati dan Wakil Bupati dari awal proses hukum berjalan baik di Polda Aceh
maupun di Kejaksaan Tinggi Banda Aceh yang tidak pernah mau mengalah bahkan
apalagi mengakui atas semua kesalahan dan perbuatan yang telah kilaf secara
jentelmen layaknya Pemimpin Kepala Daerah yang sesungguhnya. Jika dapat
diperhatikan maka fakta atas peristiwa yang belum loama ini (8/5), dalam pembelaan keduanya saling menyalahkan.
Suasana sidang
terdakwa
Kesempatan pertama yang diberikan kepada
pihak Bupati Aceh Utara melalui
Pengacaranya Sayuti Abubakar SH membacakan pleidoi (pembelaan) terdakwa satu, dimana ini merupakan sidang lanjutan Tindak Pidana Korupsi {Tipikor} oleh Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, tepatnya hari Selasa 8 mei 2012. Salah satu poin pleidoi 184 halaman itu, menurut pengacara Bupati/ Sayuti mengungkapkan “bahwa, terdakwa dua Syarifuddin, SE yang melakukan penyimpangan deposito Silpa Aceh Utara 2008 yang lalu, 220 Miliyar Rupiah di Bank Mandiri KCP Jelambar di Jakarta” Pembelaan Advokat Bupati Aceh Utara, saat menyampaikan di Persidangan TIPIKOR PN Banda Aceh.
Disamping itu Sayuti juga menerangkan kepada Majelis Hakim Wakil Bupati Aceh Utara lah yang mendepositokan dana Kas Daerah itu “yaitu dengan cara mengambil alih tanpa sepengetahuan Bupati Aceh Utara”, sedangkan Syarifuddin menjabat Wakil Bupatiu Aceh Utara yang seharusnya terlebih dahulu memberitahukan kepada Bupati. Sayuti abukar, SH menambahkan “Terdakwa dua, bekerjasama dengan oknum tertentu secara sistematis, profesional, dan terencana dengan rapi. Ironisnya Bupati selaku kepala daerah yang seharusnya mempunyai kewenangan didalam menentukan kebijakan, Cukup jelas bahwa Pimpinan Kepala Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara tentunya sama sekali tak diindahkan, bahkan terkesan dilecehkan,” kata Sayuti.
Selanjutnya, giliran pengacara terdakwa dua, bernama Syamsul Rizal, SH membacakan pembelaan Wakil Bupati Aceh Utara Syarifuddin, SE. Setelah pembacaan pleidoi itu, mantan Wakil Bupati Aceh Utara yang hingga saat ini Status nya sama dengan
Bupati yaitu masih terdakwa. Syarifuddin, SE
yang saat itu terlihat begitu Optimis dan percaya diri, maka dalam kesempatan
tersebut Wakil Bupati Aceh Utara ini juga ingin membacakan pembelaan pribadinya. Namun, karena terbatasnya waktu, majelis hakim hanya menerima pembelaan itu dalam bentuk tertulis, tanpa untuk mendengar, dan dibacakan oleh terdakwa dua. Inti pembelaan tertulis yang disampaikan Syarifuddin kepada Majelis Hakim adalah awalnya mantan wabup itu mengaku tak pernah mengetahui, apalagi berniat mendepositokan uang itu. Alasannya adalah pengelolaan keuangan daerah sudah diserahkan atau ditugas sesuai deang fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilantik, diangkat atau di SK kan Bupati kepada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD).
Tapi fakta nya, Dalam persidangan yang telah dilaksanakan, sesuai keterangan Ahmad selaku (saksi) mengungkapkan, bahwa Yunus Abdul Gani Kiran SH yang ketika itu menjabat Tim Asistensi Bupati Aceh Utara Bidang Hukum memanggil Syarifuddin di tempat tinggalnya, Peristiwa itu terjadi di Pendopo, disuatu hari sekitar pukul 07.00 WIB.
“Pada saat pertemuan tersebut, terdakwa I menyampaikan kepada saya tentang rencan penempatan dana Pemkab Aceh Utara di Mandiri Jakarta” Alasannya suku bunga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan dengan bank di daerah Provinsi Aceh, sesuai masukan Yunus Gani Kiran (terpidana kejahatan perbankan-red). Saya katakan, semua terserah Pak Bupati,” tulis Syarifuddin.
Menurutnya, ketika itu ia diperintahkan Bupati untuk segera berangkat ke Jakarta guna mendepositokan dana tersebut, tapi ilyas sendiri pada saat itu mengatakan bahwa Bupati sendiri pada saat tidak bisa pergi, dengan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk dapat keluar daerah, karena banyak tugas lain di Aceh Utara yang harus dijalankan Bupati. Sehingga pada saat itu hanya Yunus Gani Kiran sendirilah yang ke Jakarta.
Bahkan, Syarifuddin mengaku tak memikirkan lagi tentang hal itu karena sesuai dengan Peraturan Bupati (PERBUP), yaitu jika Wabup tak sempat melakukan tugas perintah atasannya, maka Bupati bisa menugaskan bawahan lain.
FAKTA DAN REALITA YANG SESUNGGUHNYA Wakil Bupati Aceh Utara priode 2006-2011, intinya terakhir tetap berangkat ke Jakarta atas perintah Ilyas. Dengan melaksanakan Perintah Atasan langsung, mau tidak mau Sebagai bawahan Bupati Aceh Utara, Syarifuddin pun dengan Yunus Gani Kiran guna Audiensi dengan pihak Bank Mandiri KCP Jelambar, yaitu membicarakan persoalan tentang pendepositoan dana itu dengan bunga mencapai 10,5 persen. Yang akhirnya merugikan Keuangan Negara. Tanpa kecurigaan yang negatif dan berprasangka buruk, ketika sudah didepositokan ternyata dana itu bobol.
Intinya, pada saat persidangan kedua terdakwa menyatakan tak bersalah dan tak menerima aliran dana dalam kasus itu, sesuai pengakuan Basri dan Yunus pada sidang sebelumnya. Karena itu, mereka minta dibebaskan. Majelis hakim diketuai Arsyad Sundusin MH memutuskan sidang lanjutan dengan agenda replik jaksa, Selasa (15/5) Bupati Aceh Utara Ilyas Hamid yang selama ini tak ditahan dituntut antara lain 15 tahun penjara. Begitu juga terdakwa Syarifuddin yang selama ini ditahan, juga dituntut antara lain 15 tahun penjara.
REDAKSI ME$INF@RUP$IA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar