Kamis, 06 September 2012

PUNGLI SEKOLAH DIHALALKAN DISDIKPORA AUT







DISDIKPORA ACEH UTARA LAMBAN MENYINGKAPI PUNGLI
SEOLAH-OLAH MENGHALALKAN PUNGLI YANG DILAKUKAN KEPSEK DIKDAS

Aceh Utara, ME$INF@RUP$IA

          Negara menjamin Pendidikan yang layak terhadap warganya demi kelayakan dan kesejahteraan hakiki. Dengan demikian maka peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu misi Penting negara ini, realisasi ini telah diwujudkan dengan tingginya Komitmen Pemerintah terhadap Nilai-nilai pendidikan yang hakiki, Anggaran Belanja yang bersumber dari berbagai sektor keuangan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah telah diwujudkan dengan Fakta perubahan yang signifikan terhadap alokasi keperluan lainnya. Wujud ini merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia perhatian  dan komitmen terhadap Pendidikan dan Warga nya cukup serius.

          Ironisnya beberapa oknum Pejabat yang terkait- berwenang memanfaatkan akan hal Visi dan Misi Negara Republik Indonesia ini. Bahkan Pemerintah Pusat telah meningkatkan KOMITMEN mereka melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Republik Indonesia. Dalam program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Kian Tahun Alokasinya terus meningkat, walaupun jika dilakukan pengkajian yang dalam Dampak dari Membebaskan Biaya apapun dan Dilarang melakukan Pengutipan Uang Liar (Pungli), walaupun Program ini diterapkan  khusus di tingkat Pendidikan Dasar(SD-SMP) se Indonesia. Fakta dan Realita yang sesungguhnya dilapangan terbalik dengan Peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, Khususnya di Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara, Yang tidak menyentuh perasaan Penyelenggara negara yang baik (GOOD GOVERMENT GOVERNAINCE) selaku pihak yang bertanggungjawab akan hal Tabir masyarakat yang terabaikan ini. Bahkan Pihak Yudikatif (Polisi-Jaksa) di Aceh Utara enggan melakukan 

menenangani persoalan Pungli yang dilakukan oleh Oknum KEPSEK pendidikan dasar yang gencar melakukan pengutipan Liar terhadap Murid/Peserta didik atau Wali murid/Orang Tua Peserta didik, yang telah membudayakan Kehancuran Ideologi Putra-putri bangsa ini. Kasus kasus pelanggaran ini hanyalah sebelah mata dianggap oleh pihak Yudikatif. Penanganan yang dilakukan pihak terkait seolah-olah tidak menemukan apapun, Bahkan Lembga Swdaya Masyarakat yang melakukan Investigasi dituduh, atau diFitnah dengan mendengar serta menela’ah sepihak saja.

Sabtu, 01 September 2012

DPRK AUT IKUT NIKMATI UANG RAKYAT TERKAIT KASUS 220 M




Gedung DPRK Aceh Utara


LSM GASPARI:
“Pansus DPRK ACEH UTARA TERKAIT Rp 220 M Sia-Sia Alias Ikut Menikmati Pesta Uang Rakyat ”


Suasana Rapat Anggota Dewan DPRK Aceh Utara 
Aceh Utara-Lhoksukon, ME$INF@RUP$IA


LSM Gerakan Aspirasi Pemuda Aceh Rakyat Indonesia (GASPARI), menilai pembentukan panitia khusus (Pansus) pengembalian dana Rp 220 miliar oleh DPRK Aceh Utara dua pekan lalu sia-sia. Pasalnya, setelah berangkat menemui Bank Mandiri Pusat dan Mahkamah Agung belum ada kepastian kapan sisa dana bobol kas Aceh Utara tersebut bisa dikembalikan ke kas daerah.

Perlu diketahui, pada saat tanggal 2 Juni 2012 DPRK Aceh Utara membentuk Pansus Pengembalian Dana Rp 220 M dengan beranggotakan delapan orang. Pansus itu berangkat ke Jakarta pada hari Kamis tepatnya tanggal 14 Juni 2012 dengan tujuan untuk menemui Bank Mandiri Pusat dan Kejaksaan Agung. Dalam waktu 2 hari saja, Tim Pansus DPRK Aceh Utara kembali pulang ke Aceh Utara pada hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012. Namun Ironisnya, Tim Pansus itu tak mendapatkan hasil apa-apa.

Pada Tahun 2010, Pemkab Aceh Utara juga telah menggugat Bank Mandiri ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebagai upaya pengembalian dana itu ke kas daerah Aceh Utara. Namun, PN Jakarta Pusat menolak gugatan tersebut. Padahal,  Ironisnya saat itu dana yang dihabiskan Aceh Utara untuk urusan keperluan itu Rp 4,6 miliar.

“Apakah ini politik anggota Dewan DPRK Aceh yang diperankan sebegitu rupanya. Sehingga pandangan masyarakat terhadap anggota Legeslatif Aceh Utara negatif, dapat digambarkan seolah-olah mereka menari-nari dan menambah beban rakyat Aceh Utara” Ujar Ketua Umum LSM GASPARI. Pembentukan Tim Pansus itu hanya menghabiskan uang daerah saja. Sebelum ada keputusan hukum tetap terhadap terdakwa Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, uang yang merupakan barang bukti tersebut tetap  akan menjadi sitaan Kejati DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan Pihak Kejaksaan masih melakukan upaya banding.


Seharusnya, selaku anggota Legeslatif atau DPRK Aceh Utara menunggu proses banding yang dilakukan Ilyas A Hamid dan Syarifuddin ke Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh lebih dulu. Sesuai dengan tugas dan fungsi Legeslatif Seharusnya langkah yang dilakukan oleh DPRK Aceh utara pada saat itu adalah meminta Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh mempercepat proses persidangan banding Ilyas A Hamid dan Syarifuddin. Sehingga, keduanya memiliki kekuatan hukum tetap.

Dengan sabar, juga merupakan Langkah yang Bijaksana dan lebih efektif, dibandingkan dengan Kebijakan untuk membentuk Tim Pemantauan Khusus yang menambah luka penderitaan rakyat Aceh Utara. Apalagi Tim PANSUS yang dibuat anggota DPRK ACEH UTARA terkesan Pemborosan Keuangan Negara, dimana saat itu tugasnya hanya melakukan lobi-lobi ke sejumlah pihak di Jakarta  yang berujung tanpa ada hasilnya. Karena, langkah yang sama juga sudah pernah dilakukan tahun 2010 oleh Pemkab Aceh Utara dan hasilnya juga nihil, terkesan membuang waktu dan menambah Kerugian Keuangan Negara.

Artinya Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Anggota Dewan DPRK Aceh Utara, terkesan mengambil kesempatan dalam kesempitan, terindikasi KORUPSI yang berantai atas Kasus bobolnya kas Aceh Utara sebesar Rp 220 miliar terjadi tahun 2009.

{REDAKSI ME$INF@RUP$IA}

BURONAN PEMBOBOL KASDA AUT 220 MENYERAHKAN DIRI


Buronan Pembobol Bank Mandiri KCP Jelambar Menyerahkan Diri         
Diduga keterlibatan tersangka Noviar Hardi (NH) yang merupakan Dirut PT Agro Sijantara itu menerima aliran dana Pemkab Aceh Utara Rp20 miliar.

Jumat, 13 Mei 2011 | 03:24 WIB
 Jakarta, ME$INF@RUP$IA
Jakarta – Penyidik Satuan Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev), Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya tambah satu tersangka buronan pembobol deposito Pemkab Aceh Utara di Bank Mandiri KCP Jelambar senilai Rp. 220 miliar.

Seperti yang dikatakan, Kepala Satuan Fismondev, AKBP Arismunandar menjelaskan pada Kamis (12/5) ini bahwa tersangka buronan itu adalah Noviar Hardi yang merupakan Dirut PT Agro Sijantara. Kabarnya, perusahaan ini disebut-sebut merupakan anak perusahaan PT Gunung Lawoe Mercu Buana milik konglomerat Probosutedjo.


Namun, kini buronan selama dua tahun itu telah mendekam di Rutan Polda Metro Jaya setelah pada Rabu (11/5) sebelumnya tersangka ini menyerahkan diri. “Buronan yang menyerahkan diri ini diduga menerima aliran dana milik Pemkab Aceh Utara,”tegasnya

Jadi diakuinya, diduga tersangka ini ikut terlibat langsung dalam aksi pembobolan dana Pemkab Aceh Utara di Bank Mandiri KCP Jelambar dengan menerima aliran dana sebesar Rp20 miliar yang dianggapnya sebagai komisi (premium fee).     Seperti diberitakan sebelumnya, pada saat penempatan dana deposito Pemkab Aceh Utara di Bank Mandiri KCP Jelambar pada 4 Februari 2009 sebesar Rp220 miliar itu, ternyata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito hanya Rp200 miliar. Sementara sisanya Rp20 miliar malah disetorkan ke nomor rekening 117-00-6005555-5 atas nama PT Agro Sijantara milik Noviar Hardi atas perintah Lista Adriani – kini status terpidana.

Dan saat penempatan dana itu dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Syarifuddin, Basri Yusuf, Yunus Gani Kiran, Lista Adriani, Richard Latief dan Noviar Hardi. Dan semuanya itu kini sudah menjalani hukuman penjara, hanya tinggal tersangka Richard Latief (ditangkap pada 21 April 2011) dan Noviar Hardi yang sedang menjalani proses penyidikan di Polda Metro Jaya.


Sekedar informasi dalam kasus ini sejumlah pelaku telah menjalani masa hukuman. Seperti, Cahyono Syam Sasongko, mantan kepala Kantor Cabang Pembantu Bank Mandiri Jelambar sudah divonis sembilan tahun penjara dan Lista Adriani (terima aliran dana Rp100 miliar) telah dihukum 15 tahun penjara, Basri Yusuf,  Ketua (nonaktif) Kadinda Aceh Utara divonis delapan tahun melalui putusan kasasi, Yunus Abdul Gani Kiran (Ketua Tim Asistensi Pemkab Aceh Utara) divonis lima tahun dan Herrysawati Bakrie – pemilik PT Sumber Daya Manunggul divonis tujuh tahun penjara dengan denda Rp5 miliar atau subsider dua tahun kurungan. 
REDAKSI ME$INF@RUP$IA


BUPATI ACEH UTARA VS WAKIL BUJPATI ACEH UTARA


BUPATI & WABUPATI
ILYAS DAN SYARIFUDDIN


Banda Aceh, ME$INF@RUP$IA

Dulu se-iya dan se-kata dalam dalam menjalankan aktivitas  baik pada saat pengajuan calon kepala daerah Kabupaten Aceh Utara maupun setelah terpilihnya menjadi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara priode 2006 – 2011.
Ironisnya disaat berakhirnya tugas Bupati dan Wakil Bupati Pemerintah Kabupaten Aceh Utara terlihat renggang.
Bahkan secara tidak sengaja, Kepala Daerah tersebut diakhir-akhir masa jabatannya terlihat seperti Cacing Kepanasan. Pepatah orang tua zaman mengatakan “Bangkai dimana pun tersimpan, akhirnya tercium juga”  Inilah pepatah yang kiranya pantas menjadi pelajaran hidup kita bersama, dimana sesuatu hal yang berbau atau harum akan segera di temukan.

KEPALA TIKUS LAWAN WAKIL KEPALA TIKUS

Pada saat penyidikan di Polda Aceh dan ketika menanggapi keterangan saksi di persidangan sebelumnya, terlihat cukup jelas menggambarkan  tentang Etika dan Sosok Pemimpin Kepala Daerah Pemerintah Aceh Utara.
Mereka yang seharusnya telah berpengalaman menjadi sosok Publik Figur yang diperhatikan orang banyak.
Orang nomor satu dan nomor dua di Pemkab Aceh Utara itu, kini terlihat cukup jelas akan Status yang telah dinobatkan oleh Kepolisian maupun Kejaksaan Atas Pemeriksaan, Penyidikan dan penyelidikan. Kedua terdakwa Atas korupsi bobolnya kas Pemkab Aceh Utara sebesar 220 miliyar Rupiah, yaitu mantan Bupati Aceh Utara Ilyas A Hamid dan mantan wakilnya Syarifuddin SE saling membantah dan ironisnya mereka seakan-akan terlihat seperti Kawanan Tikus Got yang dimana dapat digambarkan atau di ilustrasikan ketika saat makanan mereka telah habis maka mereka akan memakan temannya sendiri. Demikianlah yang saat ini terjadi. 

Realitanya Bupati dan Wakil Bupati dari awal proses hukum berjalan baik di Polda Aceh maupun di Kejaksaan Tinggi Banda Aceh yang tidak pernah mau mengalah bahkan apalagi mengakui atas semua kesalahan dan perbuatan yang telah kilaf secara jentelmen layaknya Pemimpin Kepala Daerah yang sesungguhnya. Jika dapat diperhatikan maka fakta atas peristiwa yang belum loama ini (8/5),  dalam pembelaan keduanya saling menyalahkan.